PENDAHULUAN
Hukum bukan sesuatu yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan
sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi
penegak hukum tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan
yang dikandungnya. Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi
yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku
dalam satu profesi, yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan
akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik
dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan akan mengarah pada
keberhasilan.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar,karena
tangannyalah hukum menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. secara sosiologis hal ini tidak dapat dipungkiri kebenarannya, bahkan
beberapa pakar sosiologi hukum sering menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah
perilaku pejabat-pejabat hukum.
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka
kemampuan yang sudah dimilikinya harus selalu diasah, di mana seorang jaksa
dapat belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada
pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa
merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui
pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan
pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang
demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa terhadap perkara-perkara yang harus
ditanganinya.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etika dan Etika Profesi
Etika berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti sifat
(sifat pribadi) menjadi orang baik. Ethos diartikan sebagai kesusilaan,
perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan. Dengan
etika, seseorang dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Etika akan
memberi semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya.
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control,” karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan
dari dan untuk kepentingan kelompok sosial
atau profesi itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan
kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses
pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi, yang dalam
menerapkan semua keahlian dan kemahirannnya yang tinggi itu hanya dapat
dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.
B. Profesi Jaksa
Jaksa adalah pejabat fungsional dari lembaga
pemerintahan, berbeda dengan hakim, pengangkatan dan pemberhentian jaksa tidak
dilakukan oleh kepala negara, tetapi oleh jaksa agung sebagai atasannya.
Agar kejaksaan dapat mengemban kewajibannya dengan baik,
maka berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. Kep-052/J.A/8/1979 ditetapkan pula
tentang Doktrin Adhyaksa Tri Krama Adhyaksa. Doktrin tersebut berunsurkan Catur
Asana, Tri Atmaka, dan Tri Krama Adhyaksa.
1. Catur Asana
merupakan empat landasan yang mendasari eksistensi, peranan, wewenang, dan
tindakan kejaksaan dalam mengemban tugasnya baik di bidang yustisial,
nonyustisial, yudikatif, maupun eksekutif. Landasan idiilnya adalah Pancasila,
landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan peraturan perudangan
yang lainnya.
2. Tri Atmaka
merupakan tiga sifat hakiki kejaksaan yang membedakan dengan alat negara
lainnya. Tiga sifat itu adalah tunggal, mandiri, dan mumpuni. Bersifat tunggal
karena kejaksaan adalah satu-satunya lembaga negara yang mewakili pemerintah
dalam urusan pengadilan dan dengan sistem hierarki tindakan setiap jaksa
dianggap sebagai tindakan seluruh korps. Dikatakan mandiri karena kejaksaan
merupakan lembaga yang berdiri sendiri terlepas dari Departemen Kehakiman, dan
mandiri dalam arti memiliki kekuasaan istimewa sebagai alat penegak hukum yang
mewakili pemerintah dalam bidang yudikatif, satu-satunya aparat yang berwenang
mengenyampingkan perkara, menuntut tindak pidana di pengadilan, dan berwenang
melaksanakan putusan pengadilan.mumpuni
menunjukan bahwa kejaksaan memiliki tugas luas, yang melingkupi bidang
yustisial dan nonyustisial dengan dilengkapi kewenangan yang cukup dalam dalam
menunaikan tugasnya.
3. Tri Krama
Adhyaksa adalah sikap mental yang baik dan terpuji yang harus dimiliki oleh
jajaran kejaksaan, yang meliputi sifat satya, adi, dan wicaksana.
Kekhususan ini merupakan ciri khas lembaga kejaksaan yang
membedakan dirinya dari lembaga atau badan penegak hukum lainnya.
C. Persatuan Jaksa Indonesia dan Menjaga Idealism Profesi Jaksa
Profesi jaksa adalah sebuah profesi dalam posisi yang
sangat penting dalam penegakan hukum di peradilan. Lembaga kejaksaan secara
umum dan jaksa secara khusus adalah lembaga independen yang mewakili pemerintah
dalam hal peradilan. Kedudukan ini membuat banyak sorotan terhadap kinerja
jaksa dalam menjalankan profesinya.
Posisi jaksa sangat riskan menghadapi tantangan baik dari
internal maupun tantangan eksternal. Jaksa mudah saja memanfaatkan posisinya
untuk mencari keuntungan pribadi. Ini adalah tantangan eksternal, yang berasal
dari luar diri jaksa dimana pihak-pihak yang sedang dalam perkara dalam
peradilan meminta jaksa agar memberi keringanan dalam tuntutan dengan memberi
sejumlah imbalan atau hadiah.
Tantangan internal adalah sikap moral, hati nurani, dan perasaan yang dimiliki
jaksa. Seorang jaksa yang tidak memiliki moral dan hati nurani yang baik akan
mudah terpengaruh untuk memanfaatkan kondisi tersebut.
Menjaga idealisme dan etika profesi jaksa berkaitan
dengan moral dan hati nurani seorang jaksa. Peraturan hukum dan undang-undang
yang ada hanya sebagai jalur dan rambu-rambu untuk jaksa dalam melaksanakan
tugasnya. Sebagus apapun peraturan, saat diri pribadi jaksa tidak mempunyai
kesadaran yang tinggi untuk menegakkan nilai-nilai hukum. Sebaliknya, dengan
peraturan yang tidak terlalu banyak namun ada moral dan hati nurani yang baik,
peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik pula. Nilai-nilai hukum dapat
ditegakkan dan dijunjung tinggi.
Dalam dunia
kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
1.
Bersedia
untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,
bertanggung jawab
dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
2.
Mengamalkan
dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan
hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
3.
Bersikap
adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
4.
Berbudi
luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri,
berkata dan bertingkah laku.
5.
Mengutamakan
kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
KESIMPULAN
Etika adalah suatu sifat kepribadian, perasaan batin
seseorang untuk dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Etika akan
memberi semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya. Dalam perkembangannya dikenal etika profesi. Etika
profesi adalah etika yang dinormakan dan dipakai suatu kelompok profesi
tertentu yang menjadi nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh kelompok
profesi tersebut.
Karena
kode etik disusun dengan tujuan agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang
dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba
legalitas, positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak
serupa, bagaimanapun tetap memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut,
seorang jaksa dituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa
pidana yang ditanganinya. Tanpa hal itu, penanganan perkara tidaklah total,
sehingga sisi-sisi yang justru penting bisa jadi malah terlewatkan.Di dalam
mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk
memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan
apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh
masyarakat juga didengar dan diperjuangkan.
LAMPIRAN
JAKSA AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
P E R A T U R A N
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER-067/A/JA/07/2007
TENTANG
KODE PERILAKU JAKSA
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam
rangka mewujudkan Jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin
tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam mewujudkan keadilan dan
kebenaran, maka disusun Kode Perilaku Jaksa;
b. bahwa sebagai
perwujudannya perlu diterbitkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia.
Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 67 Tahun 2004,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4401);
3. Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pengawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3176);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 1999
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.
6. Keputusan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor KEP-030/JA/1988 tentang Doktrin Kejaksaan ”Tri Krama
Adhyaksa”;
7. Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor : PER-068/A/JA/07/2007 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia;
8. Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor : PER-065/A/JA/07/2007 tentang Pembinaan Karir Pegawai
Kejaksaan Republik Indonesia;
9. Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor : PER-069/A/JA/07/2007 tentang Ketentuan-Ketentuan
Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik Indonesia;
10. Peraturan Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : PER-066/A/JA/07/2007 tentang Standar Minimum Profesi Jaksa.
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KODE PERILAKU JAKSA
Pertama : Kode Perilaku
Jaksa diatur sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Kedua : Kode Perilaku Jaksa
sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia ini bersifat
saling melengkapi dengan Standar Minimum Profesi Jaksa guna menjaga dan
meningkatkan kualitas serta integritas Jaksa.
Ketiga : Peraturan ini
mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 12 Juli 2007
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
HENDARMAN SUPANDJI
PEMBUKAAN
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum
melaksanakan tugasnya secara merdeka dengan menjujung tinggi hak asasi manusia
dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai lembaga pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta tugas-tugas lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan memerlukan adanya satu tata
pikir, tata laku dan tata kerja Jaksa dengan mengingat norma-norma agama,
susila, kesopanan serta memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan
dalam masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
diperlukan sosok Jaksa sebagai abdi hukum yang profesional, memiliki integritas
kepribadian, disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh tanggungjawab,
senantiasa mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global, tanggap
dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja
jaksa serta tidak bermental korup.
Jaksa sebagai pejabat publik senantiasa
menunjukkan pengabdiannya melayani publik dengan mengutamakan kepentingan umum,
mentaati sumpah jabatan, menjunjung tinggi doktrin Tri Krama Adhyaksa, serta
membina hubungan kerjasama dengan pejabat publik lainnya.
Jaksa
sebagai anggota masyarakat selalu menunjukkan keteladanan yang baik, bersikap
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang serta
peraturan perundang-undangan.
Jaksa Agung selaku pimpinan dan penanggung
jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan
wewenang kejaksaan dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat profesi
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Kejaksaan R.I. menetapkan Kode
Perilaku Jaksa sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi.
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Kode Perilaku Jaksa ini yang dimaksud dengan :
1. Jaksa adalah Pejabat
Fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang;
2. Kode Perilaku Jaksa
adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam
menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta
menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya;
3. Pejabat yang berwenang
menjatuhkan tindakan administratif adalah Pejabat yang karena jabatannya
mempunyai wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan tindakan administratif
kepada Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa;
4. Sidang pemeriksaan Kode
Perilaku Jaksa adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat yang
berwenang memberikan tindakan administratif terhadap Jaksa yang diduga
melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.
5. Tindakan administratif
adalah tindakan yang dijatuhkan terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode
Perilaku Jaksa.
6. Yang dimaksud dengan
perkara meliputi perkara pidana, perkara perdata dan tata usaha negara maupun
kasus-kasus lainnya.
Pasal 2
Kode
Perilaku Jaksa berlaku bagi jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan maupun
diluar lingkungan Kejaksaan.
BAB II
KEWAJIBAN
Pasal 3
Dalam
melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib:
a. mentaati kaidah hukum,
peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
b. menghormati prinsip
cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
c. mendasarkan pada
keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran;
d. bersikap mandiri, bebas
dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara langsung atau tidak
langsung;
e. bertindak secara
obyektif dan tidak memihak;
f. memberitahukan dan/atau
memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka /terdakwa maupun korban;
g. membangun dan memelihara
hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistem
peradilan pidana terpadu;
h. mengundurkan diri dari penanganan
perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan
pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung
atau tidak langsung;
i. menyimpan dan memegang
rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan;
j. menghormati kebebasan
dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan;
k. menghormati dan
melindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera
dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen Hak Asasi Manusia yang
diterima secara universal;
l. menanggapi kritik dengan arif dan
bijaksana;
m. bertanggung jawab secara
internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
n. bertanggung jawab secara
eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat
tentang keadilan dan kebenaran.
BAB III
LARANGAN
Pasal 4
Dalam
melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
a. menggunakan jabatan
dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
b. merekayasa fakta-fakta
hukum dalam penanganan perkara;
c. menggunakan kapasitas
dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
d. meminta dan/atau
menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau
menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
e. menangani perkara yang
mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan,
partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak
langsung;
f. bertindak diskriminatif
dalam bentuk apapun;
g. membentuk opini publik
yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
h. memberikan keterangan
kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.
BAB IV
PENEGAKAN KODE PERILAKU JAKSA DAN TINDAKAN
ADMINISTRATIF
Pasal 5
(1) Tindakan administratif
dikenakan pada perbuatan tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan
perbuatan yang dilarang;
(2) Selain sanksi yang
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, jaksa
yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dapat dikenakan tindakan
administratif;
(3) Jenis tindakan
administratif terhadap pelanggaran Kode Perilaku Jaksa terdiri dari:
a. Pembebasan dari
tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan
selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat
Keterangan Kepegawaian;
b. Pengalihtugasan pada
satuan kerja yang lain.
BAB V
PEJABAT YANG BERWENANG MENJATUHKAN TINDAKAN
ADMINISTRATIF
Pasal 6
Pejabat yang berwenang
menjatuhkan tindakan administratif adalah:
a. Jaksa Agung bagi Jaksa
yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan
dan pemberhentiannya oleh Presiden.
b. Para Jaksa Agung Muda
bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Agung R.I.
c. Jaksa Agung Muda
Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung R.I.
d. Kepala Kejaksaan Tinggi bagi jaksa yang
bertugas di Kejaksaan Tinggi.
e. Kepala Kejaksaan Negeri
bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri.
BAB VI
TATACARA PEMERIKSAAN, PENJATUHAN, DAN
PENYAMPAIAN PUTUSAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 7
(1) Petunjuk adanya
penyimpangan Kode Perilaku Jaksa diperoleh dari hasil temuan pengawasan
melekat, pengawasan fungsional atau berdasarkan laporan pengaduan yang diterima
oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif.
(2) Pejabat yang berwenang
menjatuhkan tindakan administratif memanggil jaksa yang bersangkutan untuk
dilakukan pemeriksaan.
(3) Sejak dilakukan
pemeriksaan, pimpinan satuan kerja wajib segera melaporkan kepada atasannya
secara berjenjang selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
(4) Pemeriksaan dan
penjatuhan tindakan administratif Kode Perilaku Jaksa dilaksanakan oleh :
a. Jaksa Agung dan unsur
Persaja bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang
wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden;
b. Jaksa Agung Muda,
pejabat eselon II pada masing-masing Jaksa Agung Muda yang terkait serta unsur
Persaja bagi Jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung Republik
Indonesia;
c. Jaksa Agung Muda
Pengawasan dan unsur Inspektur serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas
diluar lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
d. Kepala Kejaksaan Tinggi,
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, para Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha serta
unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Tinggi;
e. Kepala Kejaksaan Negeri,
para Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Pembinaan serta unsur Persaja bagi
Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Negeri.
(5) Sidang Pemeriksaan Kode
Perilaku Jaksa dilakukan secara tertutup dan putusan dibacakan secara terbuka. Putusan disampaikan kepada
yang bersangkutan segera setelah dibacakan.
(6) Sidang Pemeriksaan Kode
Perilaku Jaksa diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 8
Dalam
melakukan Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa, pejabat yang berwenang
menjatuhkan tindakan administratif dapat mendengar atau meminta keterangan dari
pihak lain apabila dipandang perlu.
Pasal 9
Pejabat
yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf a dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat
lain untuk memeriksa jaksa yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode
Perilaku Jaksa.
Pasal 10
Keputusan
Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan dari dugaan
pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan administratif
yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Kepada jaksa yang
melakukan beberapa pelanggaran Kode Perilaku Jaksa secara berturut-turut
sebelum dijatuhkan tindakan administratif, hanya dapat dijatuhi satu jenis
tindakan administratif saja.
(2) Kepada jaksa yang
pernah dijatuhi tindakan administratif dan kemudian melakukan pelanggaran yang
sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat
dari tindakan administratif yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Pasal 12
Keputusan
Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan mengikat.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 13
Jaksa
wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
Pasal 14
Setiap
pejabat yang dimaksud dalam pasal 6 wajib :
a. berupaya dengan
sungguh-sungguh agar Jaksa bawahannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
b. melaksanakan wewenangnya
sebagaimana ditentukan dalam Kode Perilaku Jaksa.
Jakarta, 12 Juli 2007
JAKSA AGUNG REPUBLIK
INDONESIA
HENDARMAN SUPANDJI
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER-067/A/JA/07/2007
TENTANG
KODE PERILAKU JAKSA
PASAL
DEMI PASAL
Pasal
1 Cukup jelas
Pasal
2 Cukup jelas
Pasal
3 Cukup jelas
Pasal
4
- Cukup
jelas.
- Dalam
menentukan dasar hukum yang akan dikenakan kepada tersangka atau terdakwa
dalam proses penanganan perkara harus sesuai dengan fakta yuridis yang ada
dan tidak boleh melakukan manipulasi atau pemutarbalikan fakta yang
berakibat melemahkan atau meniadakan ketentuan pidana yang seharusnya
didakwakan dan dibuktikan.
- Larangan
untuk melakukan penekanan dengan cara mengancam / menakut-nakuti guna
memperoleh keuntungan pribadi atau pihak lainnya.
- Upaya
untuk meminta dan/atau menerima walaupun tidak ada tindaklanjutnya berupa
pemberian atau hadiah merupakan pelanggaran menurut ayat ini. Larangan
untuk meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan termasuk bagi
keluarganya, pada atau dari pihak-pihak tertentu dimaksudkan untuk
menghindari adanya maksud-maksud tertentu sehingga dapat mempengaruhi
Jaksa dalam melaksanakan tugas profesinya. Selain itu, juga dimaksudkan
untuk menjaga integritas Jaksa.
- Seorang
Jaksa tidak boleh menangani suatu perkara dimana Jaksa tersebut memiliki
hubungan keluarga, hubungan suami istri meskipun telah bercerai, hubungan
pertemanan dan hubungan pekerjaan diluar menjalankan jabatan sebagai Jaksa
dengan pihak yang sedang diproses, serta kepentingan finansial yang dapat
mempengaruhi jalannya proses hukum yang sedang ditangani oleh Jaksa
tersebut.
- Jaksa
dengan alasan apapun tidak dibenarkan melakukan pembedaan perlakuan
terhadap seseorang berdasarkan agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan
politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan atau pelanggaran hak hukumnya.
- Dalam
melaksanakan tugas sebagai Jaksa semata-mata dalam rangka menegakkan hukum
dan keadilan, terdapat hal yang tidak perlu diketahui oleh publik karena
dapat berpengaruh pada proses penegakan hukum, untuk itu Jaksa tidak
diperbolehkan membuat pernyataan yang dapat merugikan penegakan hukum
kepada publik.
- Jaksa
seringkali didiskreditkan melalui komentar dari berbagai pihak dalam
berbagai media secara tidak objektif, tidak akurat atau kurang informasi,
dan cenderung merugikan Kejaksaan, Jaksa tersebut sesuai dengan kondisi
yang ada dapat memberikan keterangan hanya terbatas pada tekhnis perkara
yang ditangani pada tahap persidangan di Pengadilan agar terdapat
informasi yang berimbang yang diterima oleh masyarakat. Keterangan yang
disampaikan tidak boleh menyangkut kebijakan, informasi yang dapat
merugikan penanganan perkara. Selain itu keterangan tidak boleh menyangkut
perkara-perkara lain yang tidak relevan dengan perkara yang ditanganinya.
Pasal
5
(1) Pelanggaran yang
dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode Perilaku Jaksa dapat berupa tidak
melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang. Jaksa yang tidak
melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang dapat
dijatuhi tindakan administratif.
(2) Penjatuhan tindakan
administratif kepada Jaksa berdasarkan Kode Perilaku Jaksa tidak menghapuskan
pemberian sanksi pidana, antara lain berdasarkan KUHP, Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi, dsb; pemberian sanksi berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan dan
turunannya serta pemberian hukuman disiplin pegawai negeri berdasarkan PP 30
Tahun 1980.
(3a) Tindakan administratif
berupa pembebasan dari tugas-tugas Jaksa berarti pencabutan segala wewenang
yang melekat pada fungsi Jaksa.
(3b) Tindakan administartif
berupa pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang lain maksudnya adalah
pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang kelasnya lebih rendah paling
singkat selama 1 (satu) tahun, dan paling lama 2 (dua) tahun. Setelah masa
menjalani tindakan administratif selesai, maka Jaksa yang bersangkutan dapat
dialihtugaskan lagi ketempat yang setingkat dengan pada saat sebelum menjalani
tindakan administratif.
Pasal
6 Cukup jelas.
Pasal
7
(1) Cukup jelas
(2) Pemanggilan terhadap Jaksa yang diduga
melakukan pelanggaran harus dilakukan secara tertulis. Pemanggilan tersebut dilakukan
sebanyak-banyaknya dua kali dengan tenggang waktu tiga hari kerja. Bila jaksa
yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang wajar sidang
pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa akan dilaksanakan tanpa hadirnya jaksa yang
bersangkutan.
(3) Cukup jelas.
(4) Cukup jelas.
(5) Pemeriksaan terhadap
Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dilakukan dalam
sidang tertutup. Putusan dibacakan secara terbuka, dengan atau tanpa hadirnya
jaksa yang bersangkutan.
(6) Cukup jelas.
Pasal
8 Yang
dimaksud dengan pihak lain adalah orang atau lembaga diluar lingkungan Kejaksaan
Republik Indonesia.
Pasal
9 Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal
11
(1) Bila pada waktu
dilakukan pemeriksaan terhadap jaksa yang diduga melakukan suatu pelanggaran
Kode Perilaku Jaksa, ternyata Jaksa yang bersangkutan juga melakukan pelanggaran
lain atas Kode Perilaku Jaksa, maka terhadap Jaksa tersebut hanya dapat
dijatuhi satu jenis tindakan administratif.
(2) Cukup Jelas.
Pasal
12 Cukup
jelas.
Pasal
13 Cukup
jelas.
Pasal
14 Cukup
jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T. 1996. Pokok-pokok Etika Profesi Hukum.
Jakarta : PT Pradnya Paramita
Sungguh, As’ad. 2000. Etika Profesi. Jakarta : Sinar Grafika
Sungguh, As’ad. 2000. Etika Profesi. Jakarta : Sinar Grafika
0 komentar:
Posting Komentar