Selasa, 08 Mei 2012
makalah hadits ahkam II
Diposting oleh Unknown di 08.45
Hadits Tentang Poligami
Artinya : Dari Salim bin Abdullah,
ayahnya berkata : sesungguhnya Ghailan ats-tsaqafi telah masuk Islam, dan
memiliki sepuluh istri. Kemudian Rasul SAW berkata kepadanya : pilihkah empat
diantara mereka itu, dan cerailah yang lain.
A. Pengertian
dan Hukum Poligami [1]
Poligami ( تعدّد الزوجات
) berasal dari Bahasa Inggris “poligamy” yang berarti seorang pria
yang memiliki istri lebih dari seorang wanita. Lawannya Poliandri. Jumhur Ulama
membolehkan secara mutlak berpoligami, bagi laki-laki yang sanggup berlaku adil
dalam kehidupan rumah tangga, berdasarkan ayat 3 surat An-Nisaa:
وَاِنْ
خِفْتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِى الْيَتمى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسآءِمَثْنى وَثُلثَ وَ رُبعَ فَإِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً
….{ النسآء : 3 }
Artinya:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu mber (kawinilah) seorang saja….” [2]
Ayat ini
menjelaskan pokok-pokok berpoligami sebagai berikut:
1. Boleh berpoligami paling banyak hingga
empat orang
2. Disyariatkan
dapat berbuat adil diantara istri-istrinya.
Barang siapa yang belum mampu memenuhi
ketentuan di atas, dia tidak boleh beristri lebih dari satu. Seorang laki-laki
yang sebenarnya meyakini dirinya tidak akan mampu berlaku adil, tetapi tetap
melakukan poligami, dikatakan bahwa akad nikahnya sah, tetapi dia telah berbuat
dosa.
3. Adil yang
dimaksud dalam ayat ini adalah yang bersifat materi (berupa sandang,
pangan, tempat tinggal dan qasam (pembagian giliran pulang) dan immateri
(yang berupa mawaddah wa rahmah, cinta kasih dan sayang). Adapun
Standar keadilan yang dituntut dalam ayat ini adalah sebagai berikut:
a. Yang dinilai
adalah niat yang baik dan amal yang shaleh, yang tentunya di barengi dengan
perbuatan yang baik.
b. Keadilan
dalam hal persamaan antara istri-istri yang ada. Setiap istri sama dengan istri
yang lain dalam kapasitasnya sebagai sitri, karena ukurannya adalah hubungan
sebagai suami-istri dalam hal kebutuhan yang bersifat materi dan immateri.
mengenai kebutuhan yang bersifat immateri Allah Swt menjelaskan secara naluri
kemanusiaan dalam firmannya:
وَ لَنْ
تَسْتَطِيْعُوْآ اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَآءِ وَ لَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ
تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَاكَالْمُعَلَّقَةِ وَاِنْ تُصْلِحُوْا
وَتَتَّقُوْا فَإِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا { النسآء : 129 }
Artinya:“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara
istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”[3]
4. Kemampuan Suami dalam hal
nafkah kepada istri dan anak-anaknya.
B. Pendapat
Ulama Mengenai Poligami
Imam Syafi’i
dan ijma para ulama berpendapat bahwa dibolehkan berpoligami sampai empat istri
dan tidak ada seorangpun dibenarkan kawin lebih dari itu, kecuali Rasulullah
Saw sendiri sebagai pengecualian, sedangkan kau Syi’ah membolehkan lebih dari
empat orang istri bahkan ada sebagian mereka yang membolehkan tanpa batas.
Pendapat ini berpegang pada praktek Rasulullah sendiri. Imam Qurthubi menolak
pendapat mereka dengan alasan bahwa bilangan dua dan tiga dan empat bukan
menunjukkan dihalalkannya kawin sembilan istri dan kata و (wawu) disini bukan
menunjukkan jumlah.
Adapun kaum
Rafidhah dan sebagian ahli Zhahir memahami kata “mastna” (dua-dua) sama artinya
dengan dua tambah dua begitupula dengan kata “tsulatsa” (tiga-tiga) dan
“ruba’a” (empat-empat). Bahkan sebagian ahli Zhahir berpendapat lebih ekstrim
dari itu, yaitu mereka membolehkan kawin sampai delapan belas orang, dengan
alasan bahwa bilangan-bilangan tersebut disebut dengan mengulang-ulang dan
adanya kata penghubung “wawu” yang menunjukkan arti jumlah. Jadi ayat tersebut
menunjukkan arti jumlah “2 + 2 + 3 + 3 + 4 + 4 = 18”. Faham-faham seperti ini
jelas menunujukkan kebodohan mereka dalam memahami Bahasa Arab dan ijma kaum
muslimin atau tabi’in yang tak pernah memadu lebih dari empat orang.
Hadits ini
menunjukkan bahwa setelah ayat di atas turun (An-Nisa: 3) Rasulullah
memerintahkan agar setiap orang hanya boleh beristri maksimal empat orang tidak
lebih dari itu, dengan selalu memperhatikan batasan-batasan “kemampuan” yang
tersurat dan tersirat pada ayat tersebut.
C.
Ketentuan hukum
tentang poligami dalam KHI dan Hukum positif
Dalam hukum
positif (UU Perkawinan RI No. 1 tahun 1974)[4],
masalah poligami dibatasi secara ketat, dalam artian bila seorang suami akan
bersitri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan Agama dan pengadilan akan memberikan izin apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai istri
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan
3. Istri tidak dapat melahirkan
keturunan.
Untuk dapat mengajukan
permohonan ke Pengadilan Agama, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1 Adanya persetujuan dari istri/istri-istri
2 Adanya kepastian bahwa suami
mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
3 Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Bagian
Kelima
Kewajiban
Suami yang Beristeri Lebih Dan Seorang
Pasal
82
(1)
Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat tiggaldan
biaya
hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang menurut besar kecilnya
jumlah
keluarga
yang ditanggung masing-masing isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
(2)
Dalam hal para isteri rela dan ihlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam
satu tempat
kediaman.
Analisa
Islam
memperbolehkan seorang laki-laki menikah lebih dari satu kali, pernikahan lebih
dari satu istri ini dibatasi dan
bersyarat. Dalam hadits dijelaskan seorang laki-laki yang ingin menikah lebih
dari seorang istri dalam hal jumlah hanya sampai empat saja. Syarat yang
ditentukan untuk seorang suami dapat berpoligami adalah bahwa seorang laki-laki
tersebut dapat berlaku adil pada semua istrinya baik makan,minum, pakaian,
rumah tinggal, nafkah, serta pembagian giliran antara istri-istri. Jika seorang
laki-laki yang ingin memiliki lebih dari satu istri namun tidak dapat berlaku
adil maka ia tidak boleh menikah lebih dari satu, hal ini didasari oleh firman
Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 3.
Sementara
itu dalam hal adil mengenai perasaan yaitu cinta dan kasih saying, hal ini
berada diluar kesanggupan manusia dan itu dapat dimaklumi, perasaan yang lebih
condong kesalah satu istri tidaklah menjadi satu masalah selama dalam hal-hal
tertentu suami tetap dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya, sehingga
tidak menimbulkan kecemburuan dalam rumah tangga.
Daftar pustaka
Burgerlijk wetboek(Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata).,diterjemahkan oleh
R.subekti dan Tjitrosuddibio.Jakarta:Pradnya Paramita,1999. cet 30
DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press: 1989
Ridwan,”Poligami
dalam Pandangan Islam”, ridwan202.wordpress.com 08 mei 2012
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
izin copas yh
Posting Komentar