Jumat, 07 Desember 2012

hukum agraria


PENDAHULUAN
Hukum Indonesia dalam arti hukum positif bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Menurut pandangan UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam pembukaan yang berpangkal pada kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Dalam kalimat selanjutnya dalam pembukaan itu menunjukkan konsep lebih lanjut dalam garis besar dari isi kemerdekaan, yang menurut paham Indonesia menjadi sumber materil UUD 1945. hukum dasar yang dimaksud adalah yang merupakan wujud rumusan dari filsafat Pancasila. Hukum dasar tersebut merupakan penjabaran dari Rechsidee. Sumbernya Rechsidee itu ialah nilai-nilai budaya Indonesia.
Hukum Adat yang melekat pada masyarakat Hukum Adat tidak hanya diartikan sebagai hukum positif yakni sebagai rangkaian norma-norma hukum. Namun apabila ditinjau lebih lanjut maka hukum adat disusun dalam satu tatanan atau sistem, dengan lembaga-lembaga hukum yang senantiasa berubah dan diperlukan dalam memenuhi kebutuhan kongrit masyarakat-masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dan hal tersebut sangat tergantung pada situasi dan keadaan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Hukum Tanah Nasional tunggal yang berdasarkan Hukum Adat. Tadinya pada Rancangan UUPA susunan Soenarjo tidak memilih Hukum Adat sebagai dasar Utama Pembangunan Tanah yang Baru. Namun dalam UUPA telah menanggalkan kebhinekaan hukum di bidang pertanahan dan menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal pada hukum Adat. UUPA juga mengunifikasi hak-hak penguasaan atas tanah maupun hak-hak atas tanah maupun hak-hak jaminan atas tanah.


PEMBAHASAN
1.      Pengertian dan Kedudukan Hukum Adat dalam UUPA
Hukum adat adalah hukumnya masyarakat yang masih sederhana, dengan lingkup personal dan teritorial yang terbatas. Hukum Agraria Nasional dimaksudkan sebagai hukumnya masyarakat modern, dengan lingkup personal yang meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Sehingga penyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian kepentingan masyarakat dalam koteks negara modern dan dunia International.
Sesuai dengan fungsi hukum adat sebagai pelengkap hukum tertulis, maka berdasarkan pasal 5 dan penjelasan III (1) UUPA maka hukum pelengkap itu perlu mengalami pembersihan (sanering, retool). Lebih dulu.
Ketentuan UUPA yang mengatur kedudukan hukum adat, selain ketentuan hukum tersebut diatas dapat dilihat dalam bagian lain sebagai berikut :
a.       Konsiderans Bagian Berpendapat Bahwa berhubung dengan apa yang tersebut dalam pertimbangan diatas perlu adanya hukum Agraria nasional, yang berdasarkan hukum adat tentang tanah, yang sederhana yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
b.       Pasal 2 ayat (4) : Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasai kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
c.        Pasal 3 : Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih tinggi.
d.      Penjelasan Pasal 5 : Penegasan hukum adat dijadikan dasar dari hukum Agraria yang baru. Selanjutnya lihat Penjelasan Umum (III angka 1).
Berdasrkan ketentuan-ketentuan hukum tersebut diatas, UUPA memberikan kedudukan sebagai posisi dasar. Karena itu, hukum adat berlaku dalam kerangka UUPA sebagai kesatuan tidak terlepas dari UUPA itu sendiri. Dengan perkataan lain, pasal-pasal dalam UUPA merupakan kristalisasi dari asas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat.
Pembentukan hukum Agraria nasional mempunyai 2 (dua) kedudukan, yaitu :
1.      “Hukum adat sebagai dasar utama”. Hukum adat sebagai dasar utama hukum Agraria nasional disimpulkan dari Konsiderans UUPA di bawah perkataan “Berpendapat” dan dalam Penjelasan Umum III No. 1.
2.      “Hukum adat sebagai pelngkap”. Hukum adat sebagai pelengkap mempunyai arti, yaitu bahwa pembentukan hukum nasional yang mewujudkan kesatuan hukum, kepastian hukum, perlindungan hukum kepada pemegang hak memerlukan suatu proses yang memakan waktu. Selama proses itu belum selesai, hukum tertulis yang sudah ada tetapi belum lengkap, maka memerlukan pelengkap agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Pemberian kedudukan hukum adat sebagai dasar pembentukan UUPA pada hakekatya adalah merupakan pengakuan terhadap eksistensi hukum adat yaitu :
1.      Pengakuan dan penegasan sebagai dasar hukum berlakunya hukum adat :
2.      Pengakuan terhadap Hukum-hukum adat merupakan posisi dasar berlakunya hukum adat.
3.      Hukum adat yang dimaksudkan UUPA adalah hukum adat hukum aslinya golongan rakyat pribumi yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berdasarkan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan atau prinsip nasionalitas, Pro kepentingan negara, Pro kepentingan bangsa, Pro Pancasila tidak bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan perundangan yang lebih tinggi dan ditambah unsur agama.
4.      Karena itu memberlakukan hukum adat dengan disertai dengan persyaratan, bahwa hukum adat itu tidak boleh bertentangan dengan :
·         Kepentingan nasionalisme dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa.
·         Sosialisme Indonesia
·         Peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA
·         Peraturan-peraturan Perundangan lainnya.
·         Unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
·         Pembatasan-pembatasan bagi berlakunya hukum adat tidaklah mengurangi arti ketentuan pokok dalam UUPA, bahwa hukum Agraria memakai hukum adat sebagai dasar dan sumber utama pembangunannya.
Pengakuan hukum adat merupakan perlindungan hukum masyarakat adat. Pengakuan hukum adat sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 UUPA merupakan suatu bentuk keragu-raguan, terutama mengenai kemampuan hukum adat dalam memenuhi tuntutan masyarakat modern. Hal ini terutama dilontarkan oleh penganut paham kodifikasi yang intinya hukum adat tidak menjamin kepastian hukum.

2.      Konsepsi dan Sistem Hukum Adat
a.       Konsepsi Hukum Adat
Komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Manifestasi lebih lanjut pada konsepsi ini ialah dengan adanya Tanah Ulayat yang memiliki unsur kebersamaan dan terdapat fungsinya untuk kepentingan bersama. Dan dengan demikian maka tanah ulayat, selain mengandung hak kepunyaan bersama atas tanah yang termasuk dalam ranah hukum perdata, juga mengandung tugas mengelola yang masuk dalam hukum publik. Hak Ulayat ini memungkinkan adanya hak Milik atas tanah yang dikuasai pribadi oleh para warga masyarakat hukum adat.
b.      Sistem Hukum Adat.
Sistem hak-hak penguasaan tanah pada masyarakat hukum adat ternyata membentuk hirarki yang biasanya terjadi pada Tanah Ulayat adalah : (1) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, (2) Hak kepada Adat dan para tetua adat, (3) hak atas tanah.

3.      Hubungan Fungsional Antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional
a.       Arti Hubungan Fungsional
Hukum adat dalam konsideran UUPA yang diakui sebagai dasar, ternyata tidak berfungsi sebgaimana yang diharapkan. Seperti halnya dalam masalah gadai, Gadai yang seyogyanya dalam masyarakat hukum adat dilakukan di hadapan Kepala Desa (das solen), namun sekarang (das sein) telah diganti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hukum Adat sebagai Sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Sumber Utama Hukum Adat yang diberlakukan sebagai Hukum Tanah nasional adalah berupa konsepsi, asas, dan lembaga hukumnya. Konsepsi mendasar sebagaimana pasal (1) ayat (2) ialah komunalistik dan religious, sedangkan asasnya meliputi asas religiusitas, asas kebangsaan, asas demokrasi, asas kemasyarakatan, asas pemerataan dan keadilan social, asas pemeliharaan tanah, asas pemisahan horizontal.
Sumber-sumber Lain dalam Pembangunan Hukum Nasional UUPA tidak menutup kesempatan, untuk lembaga-lembaga yang dikenal dalam hukum adat seperti lembaga-lembaga dari hukum asing sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendaftaran Tanah dengan melalui PPAT, adanya Hak Tanggungan, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan merupakan lembaga hukum yang tidak dikenal dalam masyarakat Hukum adat tetapi diakui UUPA. Hukum Adat sebagai Pelengkap Hukum Tanah Nasional positif yang tertulis, Hukum Tanah Nasional adalah Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), menunjukan fungsi Hukum Adat sebagai sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Maka jika sesuatu soal dalam Hukum Tanah tertulis belum lengkap maka berlakulah Hukum Adat setempat. Hukum adat yang telah terkontaminasi feodalistik maupun kapitalistik dalam konteks pelengkap Hukum Tanah Positif dalam penerapannya harus dibersihkan terlebih dahulu dari ketentuan hukum asing. Sehingga dalam praktik yang berwenang melakukan pembersihan atas Hukum Adat ini adalah Hakim serta Penguasa Legislatif. Tidak boleh bertentangan dengan Kepentingan nasional dan Negara. Hukum Adat sudah semestinya untuk tidak bertentangan dengan Kepentingan Nasional Negara, sehingga perlu adanya pembinaan dengan menguji hukum adat agar tidak bertentangan. Tidak boleh bertentangan dengan Sosialisme Indonesia
Perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai sosialisme Indonesia, dalam hal ini menghadapi hal-hal kongrit dalam masyarakat maka keinginnan dan kesadaran hukum masyarakatlah yang merupakan pedoman. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan UUPA, Suatu contoh bahwa di Batak misalnya yang tidak memberikan kesempatan bagi wanita untuk memiliki tanah karena patrilineal, sedangkan UUPA mengatur bahwa tiap-tiap warganegara memiliki hak yang sama. Pertentangan tersebut yang berlaku di Hukum Adat Batak dikesampingkan oleh UUPA sehingga di Batak memberi kesempatan untuk wanita memiliki sebidang tanah. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, Jadi peraturan perundang-undangan bisa mengenyampingkan hukum adat yang berlaku asalkan dinyatakan demikian. Norma Hukum Kosong inilah yang sering digunakan oleh penguasa untuk mengebiri keberadaan Hukum Adat dalam Hukum Tanah Nasional. Hukum Adat sebagai bagian dari Hukum Tanah Nasional
Hukum adat harus tetap menjadi acuan dalam pembentukan hukum tanah selanjutnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya penyerapan Hukum Adat dalam Hukum Tanah Nasional semakin berkurang untuk dijadikan dasar Hukum kebiasaan baru yang bukan Hukum Adat
Hukum adat yang lahir dari Yurisprudensi Pengadilan ataupun Hukum Adat yang lahir dari Praktik Administrasi tidaklah dianggap sebagai Hukum Adat. Begitu juga dengan pembentukan hukum baru karena adanya kekosongan hukum tidak dianggap sebagai hukum adat.





KESIMPULAN
Hukum adat adalah hukumnya masyarakat yang masih sederhana, dengan lingkup personal dan teritorial yang terbatas. Hukum Agraria Nasional dimaksudkan sebagai hukumnya masyarakat modern, dengan lingkup personal yang meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Sehingga penyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian kepentingan masyarakat dalam koteks negara modern dan dunia International.
Hukum Adat dalam UUPA, Pernyataan hukum adat dapat dijumpai dalam UUPA pada : Konsiderans UUPA, Penjelasan Umum angka III (1), Pasal 5, Penjelasan Pasal 5, Penjelasan Pasal 16, Pasal 56, dan secara tidak langsung juga terdapat pada Pasal 58 UUPA.










DAFTAR PUSTAKA
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asa-Asas Hukum Adat. Cet-XIV. 1995. Jakarta : PT Gunung Agung.
I Gede A.B.Wiranata: Hukum Adat Indonesia, Perkembangan dari Masa Ke Masa.2005. Jakarta: Citra Aditya Bakti.













MAKALAH
Hukum Agraria
(Hukum Adat dalam UUPA)


Dosen pembimbing: Drs. Zainal Arifin,S.H,MH.
Disusun oleh: M. Gufron 10620
Nurafni 1062018
       Tri Gustian PS 1062085

JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI PERADILAN AGAMA (PA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) CURUP
2012




0 komentar:

Posting Komentar