Selasa, 08 Mei 2012

makalah hadits ahkam II

Hadits Tentang Poligami




Artinya : Dari Salim bin Abdullah, ayahnya berkata : sesungguhnya Ghailan ats-tsaqafi telah masuk Islam, dan memiliki sepuluh istri. Kemudian Rasul SAW berkata kepadanya : pilihkah empat diantara mereka itu, dan cerailah yang lain.

A.    Pengertian dan Hukum Poligami [1]

Poligami ( تعدّد الزوجات ) berasal dari Bahasa Inggris “poligamy” yang berarti seorang pria yang memiliki istri lebih dari seorang wanita. Lawannya Poliandri. Jumhur Ulama membolehkan secara mutlak berpoligami, bagi laki-laki yang sanggup berlaku adil dalam kehidupan rumah tangga, berdasarkan ayat 3 surat An-Nisaa:
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِى الْيَتمى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسآءِمَثْنى وَثُلثَ وَ رُبعَ فَإِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً ….{ النسآء : 3 }
Artinya:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu mber (kawinilah) seorang saja….” [2]
Ayat ini menjelaskan pokok-pokok berpoligami sebagai berikut:
 1. Boleh berpoligami paling banyak hingga empat orang
2. Disyariatkan dapat berbuat adil diantara istri-istrinya.
 Barang siapa yang belum mampu memenuhi ketentuan di atas, dia tidak boleh beristri lebih dari satu. Seorang laki-laki yang sebenarnya meyakini dirinya tidak akan mampu berlaku adil, tetapi tetap melakukan poligami, dikatakan bahwa akad nikahnya sah, tetapi dia telah berbuat dosa.
3. Adil yang dimaksud dalam ayat ini adalah yang bersifat materi (berupa sandang, pangan, tempat tinggal dan qasam (pembagian giliran pulang) dan immateri (yang berupa mawaddah wa rahmah, cinta kasih dan sayang). Adapun Standar keadilan yang dituntut dalam ayat ini adalah sebagai berikut:
a. Yang dinilai adalah niat yang baik dan amal yang shaleh, yang tentunya di barengi dengan perbuatan yang baik.
b. Keadilan dalam hal persamaan antara istri-istri yang ada. Setiap istri sama dengan istri yang lain dalam kapasitasnya sebagai sitri, karena ukurannya adalah hubungan sebagai suami-istri dalam hal kebutuhan yang bersifat materi dan immateri. mengenai kebutuhan yang bersifat immateri Allah Swt menjelaskan secara naluri kemanusiaan dalam firmannya:
وَ لَنْ تَسْتَطِيْعُوْآ اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَآءِ وَ لَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَاكَالْمُعَلَّقَةِ وَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَإِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا { النسآء : 129 }
Artinya:“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3]
4. Kemampuan Suami dalam hal nafkah kepada istri dan anak-anaknya.

B.     Pendapat Ulama Mengenai Poligami

Imam Syafi’i dan ijma para ulama berpendapat bahwa dibolehkan berpoligami sampai empat istri dan tidak ada seorangpun dibenarkan kawin lebih dari itu, kecuali Rasulullah Saw sendiri sebagai pengecualian, sedangkan kau Syi’ah membolehkan lebih dari empat orang istri bahkan ada sebagian mereka yang membolehkan tanpa batas. Pendapat ini berpegang pada praktek Rasulullah sendiri. Imam Qurthubi menolak pendapat mereka dengan alasan bahwa bilangan dua dan tiga dan empat bukan menunjukkan dihalalkannya kawin sembilan istri dan kata و (wawu) disini bukan menunjukkan jumlah.
Adapun kaum Rafidhah dan sebagian ahli Zhahir memahami kata mastna” (dua-dua) sama artinya dengan dua tambah dua begitupula dengan kata “tsulatsa” (tiga-tiga) dan “ruba’a” (empat-empat). Bahkan sebagian ahli Zhahir berpendapat lebih ekstrim dari itu, yaitu mereka membolehkan kawin sampai delapan belas orang, dengan alasan bahwa bilangan-bilangan tersebut disebut dengan mengulang-ulang dan adanya kata penghubung “wawu” yang menunjukkan arti jumlah. Jadi ayat tersebut menunjukkan arti jumlah “2 + 2 + 3 + 3 + 4 + 4 = 18”. Faham-faham seperti ini jelas menunujukkan kebodohan mereka dalam memahami Bahasa Arab dan ijma kaum muslimin atau tabi’in yang tak pernah memadu lebih dari empat orang.
Hadits ini menunjukkan bahwa setelah ayat di atas turun (An-Nisa: 3) Rasulullah memerintahkan agar setiap orang hanya boleh beristri maksimal empat orang tidak lebih dari itu, dengan selalu memperhatikan batasan-batasan “kemampuan” yang tersurat dan tersirat pada ayat tersebut.

C.    Ketentuan hukum tentang poligami dalam KHI dan Hukum positif
Dalam hukum positif (UU Perkawinan RI No. 1 tahun 1974)[4], masalah poligami dibatasi secara ketat, dalam artian bila seorang suami akan bersitri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama dan pengadilan akan memberikan izin apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
 2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 1 Adanya persetujuan dari istri/istri-istri
2 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
 3 Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Bagian Kelima
Kewajiban Suami yang Beristeri Lebih Dan Seorang
Pasal 82
(1) Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat tiggaldan
biaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah
keluarga yang ditanggung masing-masing isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
(2) Dalam hal para isteri rela dan ihlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam satu tempat
kediaman.

Analisa
Islam memperbolehkan seorang laki-laki menikah lebih dari satu kali, pernikahan lebih dari satu istri ini dibatasi  dan bersyarat. Dalam hadits dijelaskan seorang laki-laki yang ingin menikah lebih dari seorang istri dalam hal jumlah hanya sampai empat saja. Syarat yang ditentukan untuk seorang suami dapat berpoligami adalah bahwa seorang laki-laki tersebut dapat berlaku adil pada semua istrinya baik makan,minum, pakaian, rumah tinggal, nafkah, serta pembagian giliran antara istri-istri. Jika seorang laki-laki yang ingin memiliki lebih dari satu istri namun tidak dapat berlaku adil maka ia tidak boleh menikah lebih dari satu, hal ini didasari oleh firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 3.
Sementara itu dalam hal adil mengenai perasaan yaitu cinta dan kasih saying, hal ini berada diluar kesanggupan manusia dan itu dapat dimaklumi, perasaan yang lebih condong kesalah satu istri tidaklah menjadi satu masalah selama dalam hal-hal tertentu suami tetap dapat bersikap adil terhadap istri-istrinya, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dalam rumah tangga.
Daftar pustaka
Burgerlijk wetboek(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).,diterjemahkan oleh R.subekti dan Tjitrosuddibio.Jakarta:Pradnya Paramita,1999. cet 30
DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press: 1989
Ridwan,”Poligami dalam Pandangan Islam”, ridwan202.wordpress.com 08 mei 2012





[1] Ridwan,”poligami dalam Pandangan Islam”, ridwan202.wordpress.com,08 mei 2012
[2] DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung, Gema Risalah Press: 1989)

[3] Ibid.an-nisa 129
[4] R.Subekti,en all,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta:Pradinya Paramita.1999),h.546

1 komentar:

Herman mansiz mengatakan...

izin copas yh

Posting Komentar