MAKALAH
HUKUM ACARA PERDATA
(Pemanggilan,perkara gugur dan
perkara verstek)
DI SUSUN OLEH:
1.
Lian pebriani (1062071)
2.
Nurafni (1062018)
3.
Rahma gemilang (1062073)
4.
Resi marisa (1062088)
DOSEN
PEMBIMBING :
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM
STUDI PERADILAN AGAMA (PA)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)CURUP
2012
KATA PENGANTAR
Puji
sukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena dengan rahmatnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kulya Hukum Acara Perdata tentang
PEMANGGILAN,PERKARA GUGUR DAN PERKARA VERSTEK.
Makalah
ini berisikan tentang pemanggilan,perkara gugur dan perkara verstek dalam hukum
acara perdata.kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak mendapat
kekurangan dan kesalahan,sebelumnya kami ucapka terima kasih apabila pembaca
berkenan member kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan makalah
selanjutnya mudah-mudahan makalah ini dapat menarik perhatian para pembaca dan
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Curup,
oktober 2012
Tim penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perlu
kita ingat bahwa di dalam pemanggilan
dan pemberitahuan merupakan awal proses pemeriksaan persidangan pada tingkat
pertama di PN, tingkat banding di PT dan
tingkat kasasi di MA.Sehubungan dengan itu,agar proses pemeriksaan dapat
berjalan menurut tata cara yang ditentukan,sangat bergantung kepada validitas
atau sah tidaknya pemanggilan dan pemberitahuan yang dilakukan juru sita.
Dalam hukum acara kita mengenal
hal-hal yang kemungkinan terjadi dalam persidangan seperti gugatan digugurkan
(Pasal 124 HIR, 148 RBg), walau kelihatannya Pengadilan terlalu kejam kepada
Penggugat, tetapi itu aturannya untuk menjaga hak orang lain in casu Tergugat yang hadir memenuhi
panggilan, begitu juga tidak hadirnya Tergugat diputus “verstek” (Pasal 125
HIR, 149 RBg) untuk menjaga hak Penggugat dikala Tergugat ingkar menghadiri
persidangan, demikian juga pencabutan gugatan oleh pihak Penggugat (Pasal 271-272
Rv) diatur dengan tegas, akan tetapi mengenai pembatalan perkara karena
kekurangan/habis biaya perkara, tidak diatur dalam Hukum Acara Perdata.
B. Rumusan masalah
Berdasarka
letar belakang diatas,maka dapat ditarik suatu permasalahan yang muncul sebagai
sebuah persoalan yaitu:
1. Pemanggilan
dalam hukum acara perdata
2. Perkara
gugur dalam hukum acara perdata
3. Perkara
verstek dalam hukum acara perdata
C. Tujuan
Dari
penjelasan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum acara
perdata samping itu untuk memperdalam
pemahaman mahasiswa agar mempunyai wawasan yang luas tentang
pemanggilan,perkara gugur,dan perkara verstek.yang akan dijelaskan didalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemanggilan
1.Pengertian
Panggilan
Pengertian panggilan dalam hukum acara
perdata adalah menyampaikan secara resmi (oficial)dan patut (properly)kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara dipengadilan,agar memenuhi dan
melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau
pengadilan.Menrut pasal 388 dan pasal 390 ayat (1)HIR,yang berfungsi melakukan
panggilan adalah “juru sita”[1].hanya
panggilan yang dilakukan oleh juru sita yang dianggap sah dan resmi.kewenangan
juru sita inilah berdasarkan pasal 121 ayat (1) HIR diperoleh nya lewat
perintah ketua (Majelis Hakim) yang dituamgkan dalam penetapan hari siding atau
penetapan pemberitahuan.
Dalam hukum acara perdata ,sebagaimana
dijelaskan pasal 388 HIR,Pengertian panggilan meliputi makna dan cangkupan yang
luas[2],yaitu
a. Panggilan
sidang pertama kepada penggugat dan tergugat
b. Panggilan
menghadiri sidang lanjutan kepada pihak-pihak atau salah satu pihak apabila
pada sidang yang lalu tidah hadir baik tanpa alasan yang sah atau berdasarkan
alas an yang sah
c. Panggilan
terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak berdasarkan
pasal 139 HIR (dalam hal mereka tidak dapat menghadirkan saksi yang penting
kepersidangan)
d. Selain
daripada itu,panggilan dalam arti luas meliputi juga tindakan hukum
pemberitahuan atau aanzegging (notification).
2.Tahap
dan tindakan yang mendahului pemanggilan
Sesuai dengan tata tertib beracara yang
digariskan pasal 118 ayat (1) dan pasal 121 ayat (4) HIR,panggilan merupakan
tindakan lanjutan dari tahap berikut ini:
a. Penyampaian
Gugatan kepada Pengadilan Negri (PN)
Menurut pasal 118 ayat (1)HIR, gugatan
perdata harus dimasukan kepada PN berdasarkan kompetensi relative
·
Dalam bentuk surat gugatan (in writing)
·
Ditandatangani oleh penggugat atau
kuasanya dan
·
Dialamatkan kepada ketua PN
b. Pembayaran
Biaya Perkara
·
Pengertian biaya perkara
Biaya perkara yang harus di bayar
penggugat adalah panjar biaya perkara, yang disebut juga biaya sementara, agar
gugatan dapat diproses dalam pemeriksaan persidangan. Biaya sementara
berpatokan pada pasal 182 ayat (1) HIR dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan
proses pemeriksaan. Misalnya, biaya pemeriksaan setempat, apabila hal itu
dianggap penting baik atas permintaan salah satu pihak ataupun atas
pertimbangan majelis sesuai dengan kewenangan ex-officio yang dimilikinya.
Selanjutnya, biaya sementara berbeda
dengan biaya akhir yang meliputi biaya yang timbul dalam semua tingkat
peradilan. Prinsipnya biaya akhir dibebankan kepada pihak yang kalah perkara,
sesuai dengan ketentuan pasal 181 ayat(1) HIR. Apabila penggugat berada di
pihak yang kalah, dengan sendirinya panjar itu diperhitungkan menjadi biaya
yang dipikulkan kepadanya. Apabila kurang, ia harus menambahnya, dan apabila
panjar itu lebih, sisanya dikembalikan kepadanya.
·
Patokan menentukan panjar biaya
Patokan menentukan besarnya panjar biaya
perkara menurut pasal 121 ayat(4) HIR, didasarkan pada taksiran menurut
keadaan, meliputi komponen
1. Biaya
kantor kepaniteraan, dan biaya materai
2. Biaya
melakukan panggilan saksi, ahli, juru bahasa dan biaya sumpah.
3. Biaya
pemeriksaan setempat
4. Biaya
juru sita melakukan panggilan dan pemberitahuan
5. Biaya
exsekusi
·
Dimungkinkan berpekara tanpa biaya
(prodeo)
Bab
ketujuh HIR, mengatur tentang izin berpekara tanpa biaya. Disebut juga
berpekara secara prodeo atau kosteloos ( free of charge).
·
Syarat berpekara tanpa biaya
syarat berpekara secara prodeo, diatur
dalam pasal 237 HIR, yang menegaskan bagi orang-orang yang tidak mampu membayar
biaya perkara, dapat diberi izin untuk berpekara tanpa biaya. Berdasarkan
alasan kemanusian dan keadilan umum. Member hak kepada yang tidak mampu untuk
membela dan mempertahankan hak didepan sidang pengadilan secara Cuma-Cuma (
free of charge).
c. Registrasi
Pasal 121 ayat (4) HIR, menegaskan
penaftaran gugatan dalam buku register perkara, baru dapat dilakukan setalah
penggugat membayar biaya perkara. Apabila biaya perkara yang ditetapkan
pengadilan dibayar, penggugat berhak atas pendaftaran gugatan serta panitera
wajib mendaftarkan dalam buku register perkara[3].
Hal-hal atau tindakan yang berhubungan
dengan pendaftaran gugatan dalam buku register perkara, terdiri atas:
a.pemberian nomor pekara
panitera memberi nomor perkara atas gugatan,
berdasarkan nomor urut yang tercantum dalam buku register perkara.
b.panitera menyerahkan perkara kepada ketua PN
segera
setelah panitera member nomor, perkara di serahkan atau dilimpahkan kepada
ketua PN.
·
Penyerahan harus dilakukan secepat
mengkin
Panitera
tidak boleh memperlambat penyerahan. Hal itu melanggar asas peradilan
sederhana, cepat, dan biaya ringan yang digariskan pasal 4 ayat (2) no. 14
tahun 1970 (diubah dengan UU No 35 Tahun 1999) dan sekarang berdasarkan pasal 4
ayat (2) UU No 4 tahun 2004. Atu memperlambat perlimpahan perkara oleh panitera
kepada ketua PN tidak sesuai dengan prinsip justice delayet, justice denied
(peradilan yang lambat, mengingkari keadilan).
·
Dalam buku pedoman pelaksanaan tugas dan
administrasi keadilan, MA menggariskan pelimpahan perkara dari panitera kepada
ketua PN dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal registrasi.
d. penetapan
majelis oleh ketua PN
Setelah ketua PN menerima berkas perkara
dari panitera, segera menetapkan majelis yang akan memeriksa dan memutusnya.
Apabila ketua berhalangan, penetapan majelis dilakukan wakil ketua
·
Jangka waktu penetapan, secepat mungkin.
·
Jangka waktu yang digariskan MA paling
lambat 7 (tujuh) hari dari tanggal penerimaan.
e. Penetapan
hari sidang
Yang menetapkan hari sidang adalah
majelis yang menerima pembagian distribusi perkara,penetapan hari sidang
dituangkan dalam bentuk penetapan. Nenurut pasal 121 ayat (1) HIR penetapan
hari sidang harus dilakukan segera setelah majelis menerima berkas perkara dan
menurut penggarisan MA paling lambat 7 hari dari tanggal penerimaan berkas
perkara,majelis harus menerbitkan penetapan hari sidang.
3.Tahap
Pemanggilan
a. Majelis
memerintahkan pemanggilan
Setelah menerima berkas dari majelis
segera menetapkan hari sedang. Dalam penetapan diikuti pencantuman perintah
kepada panitera atau juru sita untuk memanggil kedua belah pihak (penggugat dan
tergugat supaya hadir di depan sidang pengadilan pada waktu yang telah di
tentukan berdasarkan pasal 121 ayat (1) HIR.
b. Yang
melaksanakan pemanggilan
Untuk mengetahui pejabat yang resmi
berwenang melaksanakan pemanggilan merujuk kepada ketentuan pasal 388,jo. Pasal
390 ayat (1) HIR, dan pasal 1 Rv
·
Dilakukan oleh juru sita, sesuai dengan
kewenangan relatif yang dimilikinya[4].
·
Jika orang yang hendak di panggil berada
di luar yurisdiksi relatif yang
dimilikinya, pemanggilan dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 5 Rv yaitu
medelegasikan pemanggilan kepada juru sita yang berwenabg di wilayah tersebut.
c. Bentuk
panggilan
Berdasarkan
pasal 390 ayat (1) HIR dan pasal 2 ayat (3) Rv panggilan dilakukan dalam bentuk
·
Surat tertulis
·
Lazim disebut surat panggilan atau relas[5]
·
Panggilan tidak di benarkan dalam bentuk
lisan
d. Isi
surat panggilan
Dalam pasal 121 ayat (1) HIR dan pasal 1
Rv yang menjelaskan surat panggilan pertama berisi :
·
Nama yang di panggil
·
Hari dan jam serta tempat sidang
·
Membawa saksi-saksi yang diperlukan
·
Membawa segala surat-surat yang hendak
di gunakan
·
Penegasan, dapat menjawab gugatan dengan
surat
e. Cara
pemanggilan yang sah
a. Tempat
tinggal tergugat diketahui
·
Apabila tempat tinggal tergugat
diketahui tatacara pemanggilan sah adalah harus di sampaikan di tempat tinggal
atau tempat domisili pilihan tergugat
·
disampaikan kepada yang bersangkutan
sendiri jadi harus disampaikan in person kepada tergugat atau keluarganya
·
disampaikan kepada kepaladesa, apabila
yang bersangkutan dan keluarga tidak ditemui juru sita di tempat tinggal.
b. Tempat
tinggal tergugat tidak diketahui
Pasal 390 ayat (3) HIR dan pasal 6 ke-7
Rv mengatur tatacara penyampaian pemanggilan kepada tergugat yang tidak
diketahui berpatokan kepada factor:
1. .surat
gugatan sendiri menyatakan dengan tegas pada identitas tergugat, bahwa tempat
tinggal tidak di ketahui.
2. Pada
identitas tergugat, surat gugatan menyebutkan dengan jelas tempat tinggalnya
tetapi pada saat juru sita melakikan pemanggilan ternyata tergugat tidak
ditemukan ditempat tersebut dan menurut kepala desa yang bersangkuan sudah
meninggalkan tempat itu tanpa menyebut tempat tinggalnya yang baru.
B.
Perkara
Gugur
a. Pengertian
perkara gugur
Mengenai Putusan Gugur diatur dalam
Pasal 124 HIR/ Pasal 148 Rbg, sebagai berikut: Putusan gugur ialah putusan yang
menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena Penggugat/ Pemohon tidak
pernah hadir, meskipun telah dipanggil (secara resmi sedang Tergugat hadir
dan mohon putusan)
1. Putusan gugur dijatuhkan pada sidang
pertama atau sesudahnya sebelum tahap pembacaan gugatan/ permohonan.
2. Putusan gugur dapat dijatuhkan pada
sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahap pembacaan gugatan/ permohonan.
3. Putusan gugur dapat dijatuhkan
apabila telah dipenuhi syarat-syaratnya, yaitu:
§ Penggugat/Pemohon telah dipanggil
dengan resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu.
§ Penggugat/Pemohon ternyata tidak
hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir,
serta ketidakhadirannya itu bukan karena sesuatu halangan yang sah.
§ Tergugat/Termohon hadir dalam
sidang.
§ Tergugat/Termohon mohon putusan.
4. Dalam hal Penggugat/Pemohonnya lebih
dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus gugur.
5. Putusan gugur belum menilai gugatan
ataupun pokok perkara.
6. Dalam putusan gugur,
Penggugat/Pemohon dihukum membayar biaya perkara
b.
Akibat Hukum Putusan Gugur
Akibat hukum putusan Gugur diatur
dalam Pasal 77 Rv, sebagai berikut:
a. Pihak Tergugat, dibebaskan dari
perkara dimaksud. Putusan Pengguguran gugatan yang didasarkan atas keingkaran
Penggugat menghadiri sidang pertama, merupakan putusan akhir (eind vonnis)
yang bersifat menyudahi proses pemeriksaan secara formil. Artinya, putusan itu
mengakhiri pemeriksaan meskipun pokok perkara belum diperiksa. Itu sebabnya
undang-undang menyatakan dibebaskan dari perkara itu.
b. Terhadap putusan pengguguran gugatan
tidak dapat diajukan perlawanan atau verzet. Sifat putusannya:
· Langsung mengakhiri perkara, karena
itu langsung pula mengikat kepada para pihak atau final and binding,
· Selain terhadapnya tidak dapat
diajukan perlawanan, juga tertutup upaya hukum, sehingga tidak dapat diajukan
banding atau kasasi.
c. Penggugat dapat mengajukan gugatan
baru. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh Penggugat adalah mengajukan
gugatan baru dengan materi pokok perkara yang sama, karena dalam putusan gugur
tidak melekat ne bis in idem sehingga dapat diajukan sebagai perkara baru,
dan untuk itu Penggugat dibebani membayar biaya perkara baru.
c.Tahap Pengguguran Perkara
Pasal 273 ; 277 Rv mengenal aturan
yang mengatur tentang pengguguran perkara bukan pencoretan pendaftaran, tetapi
tidak dijelaskan dengan tegas sebab-sebab digugurkannya perkara dan dapat
dipastikan di sini termasuk karena kelalaian pihak apa karena kekurangan biaya
perkara ataupun sebab-sebab lainnya. Namun sebelum digugurkan tersebut ada
beberapa tahap yang harus dilalui sebagai berikut:
1. Perkara sudah terhenti selama tiga
tahun, dan masih ada kesempatan dalam waktu enam bulan untuk melanjutkan
perkara;
2. Adanya permohonan untuk digugurkan
dari pihak yang berkepentingan, dan permohonan untuk menggugurkan itu dapat
dicegah dengan tindakan hukum oleh salah satu pihak sebelum pernyataan gugur;
3. Pernyataan gugur itu dilakukan dalam
sidang secara sederhana dan diberitahukan kepada pihak yang bersangkutan atau
ditempat tinggalnya;
4. Pernyataan gugur itu tidak
membatalkan tuntutan, melainkan hanya acara perkara yang telah dimulai;
5. Biaya perkara karena pernyataan
gugur itu dianggap sudah dibayar;
6. Dan bila mengajukan gugatan baru,
maka pihak-pihak satu sama lain berhak untuk mengajukan lagi sumpah-sumpah,
pengakuan-pengakuan dan keterangan-keterangan yang telah diberikan olehnya
dalam perkara yang terdahulu, begitu juga keterangan-keterangan yang telah
diberikan oleh saksi-saksi yang sudah meninggal dunia, jika hal itu dicantumkan
dalam berita acara yang dibuat dengan baik.
C.
Perkara
Verstek
1. Pengertian,
istilah, tujuan Verstek
Verstek
adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau “
hukum acara tanpa hadir” [6]
atau “acara luar hadir”[7],Sistem
cammon law memberi istilah “default procedure”yang sama maksudnya dengan
verstek procedure, yaitu acara luar hadir dan untuk verstekvonis (putusan tanpa
hadir) disebut default judgement.[8]
Varstek
tidak terlepas kaitannya dengan fungsi beracara dan menjatuhkan putusan atas
perkara yang disengketakan, yang memberi wewenang kepada hakim menjatuhkan
putusan tanpa hadirnya penggugat dan tergugat.[9]
Ini berdasarkan Pasal 124 HIR (Pasal 77 Rv) dan Pasal 125 ayat 1 HIR (Pasal
73Rv). Putusan dijatuhkan tanpa bantahan atau sanggahan dari pihak yang tidak
hadir.
Tujuan
dari sistem verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak agar
menaati tata tertib beracara sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara
terhindar dari anarki atau kesewenangan.
2. Syarat
acara verstek
Perihal syarat sahnya
penerapan acara verstek kepada tergugat merujuk pada ketentuan Pasal 125 ayat 1
HIR atau Pasal 78 Rv. Syarat-syaratnya sebagai berikut :
a. Tergugat
telah dipanggil dengan sah dan patut
b. Tidak
hadir tanpa alasan yang sah
c. Tergugat
tidak mengajukan eksepsi kompetensi
3. Penerapan
acara verstek tidak imperative
Pada
satu sisi undang-undang mendudukan kehadiran tergugat disidang sebagai hak,
bukan kewajiban yang bersifat imperative. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah
tergugat mempergunakan hak itu untuk membela kepentingannya.disisi lain
undang-undang tidak memaksakan penerapan acara verstek secara imperative. Hakim
tidak mesti menjatuhkan putusan verstek terhadap tergugat yang tidak hadir
memenuhi panggilan. Penerapannya bersifat fakulatif, kepada hakim diberi
kebebasan untuk menerapkannya atau tidak.[10]
Hal ini diatur dalam Pasal 126 HIR sebagai acuan.
a. Ketidakhadiran
tergugat pada sidang pertama, langsung member wewenang pada hakim menjatuhkan
putusan verstek.
b. Mengundurkan
siding dan memanggil tergugat sekali lagi.
c. Batas
toleransi pengunduran
4. Penerapan
acara verstek apabila tergugat terdiri lebih dari satu orang
Hal
ini bertitik tolak dari Pasal 127 HIR, Pasal 151 RBG.
a. Pada
siding pertama semua tergugat tidak hadir, langsung dapat diterapkan acara
verstek.
b. Pada
siding berikut semua tergugat tetap tidak hadir, dapat diterapkan acara
verstek.
c. Salah
satu tergugat tidak hadir, siding wajib diundurkan.
d. Salah
seorang atau semua tergugat yang hadir pada sidang pertama, tidak hadir pada
siding berikut,tetapi tergugat yang dulu tidak hadir sekarang hadir. Dalam hal
ini hakim dapat memilih alternatif
mengundurkan persidangan, melangsungkan persidangan secara kontradiktor,
atau jika salah seorang tergugat terus menerus tidak hadir sampai putusan
dijatuhkan maka proses kontradiktor.
5. Saat
putusan verstek dibacakan
Pasal
125 ayat 1 HIR. Apabila hakim hendak menjatuhkan putusan verstek disebabkan
tergugat tidak hadir memenuhi panggilan siding tanpa alasan yang sah maka
putusan harus dijatuhkan pada hari itu juga, dengan demikian putusan verstek
yang dijatuhkan dan diucapkan diluar hari itu, tidak sah atau illegal karena
bertentangan dengan tatatertib beracara, yang berakibat putusan batal demi hukum.
Sekirannya
hakim ragu-ragu atas dalilgugatan, sehingga diperlukan pemeriksaan saksi-saksi
atau alat bukti lain tindakan yang dapat dilakukan adalah mengunurkan
persidangan dan sekaligus memanggil tergugat sehingga dapat direalisasi proses
dan pemeriksaan kontradiktor atau dengan menjatuhkan putusan verstek yang
berisi dictum menyatakan gugatan tidak dapat diterima atas alasan dalil gugatan
bertentangan dengan hukumatau dalil gugatan tidak memiliki dasar hukum. Oleh
kerena itu, apabila hakim ragu atas kebenaran gugatan tidak perlu ditampuh
proses pemeriksaan saksi, hakim bisa langsung menerapkan acara verstek dengan
putusan verstek yang menyatakan : gugatan tidak bisa diterima atau gugatan
ditolak.
6. Bentuk
putusan verstek
Diatur
dalam Pasal 125 ayat 1 HIR, Pasal 149 RBG, dan Pasal 78 Rv. Dalam pasal 125
ayat 1 pada kalimat terakhir, bentuk putusan verstek yang dijatuhkan pengadilan
terdiri dari
a. Mengabulkan
gugatan penggugat, yaitu mengabulkan seluruh gugatandan boleh mengabulkan
sebagian saja dari gugatan tersebut.
b. Menyatakan
gugatan tidak bisa diterima, apabila melawan hokum atau ketertiban atau
kesusilaan, dan tidak beralasan atau tidak memiliki dasar hukum.
c. Menolak
gugatan penggugat jika menurut pertimbangan hakim gugatan yang diajukan tidak
didukung alat bukti yang memenuhi batas minimal pembuktian hakim dapat
menjatuhkan putusan verstek yang mengeluarkan dictum : menolak gugatan
penggugat[11]
.
7. Upaya
hukum atas putusan verstek
Pasal
129 HIR, Pasal 153 RBG mengatur berbagai aspek mengenai upaya hukum terhadap
putusan verstek
·
Ayat 1 mengenai bentuk upaya hukumnya,
yaitu perlawanan atau perzet.
·
Ayat 2 mengenai tenggang waktu
·
Ayat 3 mengatur cara pengajuan upaya
hukum
·
Ayat 4 mengatur permintaan penundaan
eksekusi putusan verstek
·
Ayat 5 ketentuan tentang pengajuan
verzet terhadap verstek.
Beberapa
aspek dalam upaya hukum yang dimaksud diatas :
a. Bentuk
upaya hukum perlawanan (verzet)
b. Yang
berhak mengajukan perlawanan
c. Yang
ditarik sebagai terlawan hanya penggugat
d. Upaya
yang dapat diajukan penggugat adalah banding
e. Pengajuan
banding penggugat, menggugurkan hak tergugat mengajukan perlawanan.
f. Tenggang
waktu mengajukan perlawanan
8. Proses
pemeriksaan perlawanan
Terdapat beberapa
landasan hukum dalam pemeriksaan perlawanan atau verzet,
a. Perlawanan
diajukan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek, dengan memenuhi syarat
formil yaitu diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya, disampaikan sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan Pasal 129 ayat 2 HIR, perlawanan
ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik pihak lain selain dari penggugat
semula.
b. Perlawanan
terhadap verstek bukan perkara baru, putusan MA No.307K/Sip/1975 memperingatkan
bahwa verzet terhadap verstek tidak dapat diperiksa dan diputus sebagai perkara
baru. Penegasan MA No. 494K/Pdt/1983yang menyatakan dalam proses verzet atau
verstek pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai
penggugat.
c. Perlawanan
mengakibatkan putusan verstek mentah kembali, eksistentinya dianggap tidak
pernah ada, oleh karena itu jika terhadapnya diajukan perlawanan putusan
verstek tidak dapat dieksekusi, meskipun putusan tersebut mencantumkan amar
dapat dilaksanakan terlebih dahulu.
d. Pemeriksaan
perlawanan(verzet), pemeriksaan berdasarkan gugatan semula,proses pemeriksaan
dengan acara biasa, surat perlawanan sebagai jawaban tergugat terhadap dalil
gugatan.
9. Putusan
perlawanan
a. Putusan
verzet merupakan produk kedua, apabila dalam suatu penyelesaian perkara
diterapkan secara verstek, yang dibarengi dengan acara verzet terhadap putusan
verstek tersebut, PN akan menerbitkan dua putusan.pertama putusan verstek
sesuai dengan acara verstek yang digariskan Pasal 125 ayat 1 HIR, kedua putusan
verzet berdasarkan acara verzet yang diatur pasal 129 ayat 1 HIR. Keputusan
tersebut sama-sama berkaitan karena bertitik tolak dari kasus perkara yang
sama. Namun keberadaannya terpisah dan berdiri sendiri.
b. Bentuk
putusan verzet, putusan verzet yang tidak bisa diterima yang berisi dictum yang
menyatakan perlawanan atau verzet tidak dapat diterima hakim karena tenggang
waktu yang telah ditentukan telah melebihi batas dan gugur hak untuk mengajukan
verzet dan memiliki akibat hukum. Menolak verzet atau perlawanan apabila pelawan
tidak mampu melumpuhkan dalil dan fakta-fakta yang diajukan terlawan hakim
beralasan untuk menolak perlawanan. Sebaliknya , hakim memiliki dasar yang
cukup untuk mempertahankan putusan verstek. Mengabulkan perlawanan terlawan
sebagai penggugat asal tidak mampu membuktikan dalil gugatan dan gugatan
terlawan/ penggugat asal cacat formil.
10. Verstek
atas verstek, tidak dapat diverzet
Prinsip ini diatur
dalam Pasal 129 ayat 5
11. Eksekusi
atas putusan verstek
Diatur
dalam Pasal 128 HIR.ketentuan ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dengan prinsip umum pelaksanaan eksekusi yang digariskan Pasal 195 HIR.
a. Putusan
verstek tidak dapat dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari dari tanggal
pemberitahuan putusan. Hal ini diatur dalam Pasal 129 ayat 2 HIR, sehubungan
dengan tenggang waktu tersebut dihubungkan dengan pelaksanaan eksekusi putusan
verstek, pasal 128 ayat 1HIR member batasan yaitu selam jangka waktu mengajukan
upaya verzet belum dilampaui, dilarang menjalankan eksekusi putusan verstek,
jangka waktu larangan adalah 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan verstek
kepada tergugat. Berdasarhan hal ini maka eksekusi baru dapat dijalankan
apabila telah lewat tenggang waktu mengajukan verzet, dan selama tenggang waktu
tergugat tidak mengajukan perlawanan.
b. Dapat
dieksekusi sebelum lewat tenggang 14 hari atas alasan sangat perlu, hal ini
diatur dalam pasal 128 ayat 2 HIR, memiliki syarat putusan tersebut
mencantumkan dictum serta-merta, trdapat keadaan yang sangat perlu, dan ada
permintaan dari penggugat yang memiliki alasan yang memenuhi katagori keadaan
yang sangat perlu.
c. Perlawanan
menyingkirkan eksekusi, eksekusi terhadap putusan dengan sendirinya menurut
hokum tersingkir, apabila tergugat mengajukan perlawanan. Sebab apabila ada
perlawanan eksisitensi putusan mentah, seolah-olah tidak ada lagi.
BAB III
KESIMPULAN
·
Pengertian panggilan dalam hukum acara
perdata adalah menyampaikan secara resmi (oficial)dan patut (properly)kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara dipengadilan,agar memenuhi dan
melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau
pengadilan. Menrut pasal 388 dan pasal 390 ayat (1)HIR,yang berfungsi melakukan
panggilan adalah “juru sita”
·
Perkara gugur adalah perkara yang sudah
diputus dengan putusan gugur. Sedangkan Putusan gugur ialah putusan yang
menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena Penggugat/ Pemohon tidak
pernah hadir, meskipun telah dipanggil (secara resmi sedang Tergugat hadir
dan mohon putusan)
·
Pengertian Varstek adalah putusan yang dijatuhkan karena Tergugat/ Termohon tidak
pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang Penggugat hadir dan
mohon putusan.
.Putusan Verstek diatur dalam Pasal 125-129 HIR dan 196-197
HIR, Pasal 148-153 Rbg dan 207-208 Rbg, UU no. 20 tahun 1947 dan SEMA No.
9/1964.
LAMPIRAN
No.
…/19 …/Pdt/PN ….
SURAT
PEMANGGILAN SIDANG
Pada hari ini, …….tanggal
…….., saya Panitera (Pengganti) pada ---- Pengadilan Negeri di ……,
ditunjuk oleh dan guna memenuhi ------ perintah Ketua Majelis Hakim Pengadilan
Negeri tersebut, sebagaimana termuat dalam Surat Ketetapan tanggal ….. No.
…./Pdt/PN ------ untuk melaksanakan pekerjaan sebagai Juru Sita Pengganti: ---------
TELAH MEMANGGIL KEPADA
1.
……….,
bertempat tinggal di Curup, dimana saya ------ bertemu dan berbicara dengannya
sendiri (jika tidak bertemu, ------- dengan Kepala Desa),sebagai Penggugat;
----------------
2.
……….,
bertempat tinggal di Curup, dimana saya ------ bertemu dan berbicara dengannya
sendiri (jika tidak bertemu, ------- dengan Kepala Desa),sebagai Tergugat;
----------------
Untuk menghadiri sidang Majelis
Hakim Pengadilan Negeri di ……., pada
hari ……, tanggal ……., pukul ……. Pagi, untuk didengar keterangan mereka dalam
perkara tersebut,dengan membawa saksi-saksi yang ------- mereka ingin agar
didengar dan surat-surat yang mereka ingin ajukan ------- sebagai bukti.
---------------------------
Kepada Tergugat tersebut saya
serahkan sehelai turunan Surat Gugatan bermeterai cukup dengan pemberitahuan
bila dia mau, boleh menjawab --- gugatan
itu secara tertulis yang ditandatangani, baik olehnya sendiri ----- maupun oleh
Kuasanya dan diserahkan dimuka sidang Majelis Hakim -----
tersebut.------------------------------------
Juru Sita Pengganti tersebut
(…………………………..)
DAFTAR PUSTAKA
Harahap
Yahya. 2011.Hukum Acara Perdata.Jakarta:Sinar Grafika.
Muhammad
Abdulkadir.1992.Hukum Acara Perdata Indonesia.Bandung:Citra Aditya Bakti.
Soepomo.1993.Hukum
Acara Perdata Pengadilan Negeri.Jakarta:Pradnya Paramita.
Martokusumo
Sudikno.1988. Hukum Acara Perdata
Indonesia.Yogyakarta: liberty
Subekti,R.
1977.Hukum Acara Perdata. Jakarta: Bina Cipta
[1] M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika,
Jakarta, 2011,h.213
[3] Sudikno Martokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yokyakarta,h.75.
[4] Ibid,.
[5] Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta,1977,h.45.
[6] Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdeta Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung,1992,h.97.
[7] Soepomo,Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta,
1993,h.34.
[9] Ibid,
[10] Ibid,h.389.
[11] Abdulkadir , op.cit.,h.100.